Agama Seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 927)
#2ndHITRIBA
“Agama Seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 927)
Kita adalah siapa teman kita.
-refleksi Guyub-
Potongan hadist tsb sangat empiris, pergaulan seseorang nyatanya sangat menggambarkan kepribadian.
Islam menyatukan pergaulan kita tanpa sekat, bordernya cuma dunia atau akhirat. Ini adalah alasan persatuan yg strategis, kuat & powerfull. Maka tdk usah sekat-sekat islam dgn ormas ataupun manhaj, cukuplah sbg muslim tanpa embel-embel kelompok lagi.
Bangsa menjadi persatuan kita berikutnya, pergaulan yg mengikat diri pd state kewilayahan. Nasionalisme menjadi doktrinnya, semangat agama pun sangat punya tempat terhadap itu. Kita adalah muslim Indonesia, ketaatan pd pemimpin negara ada dibawah ketaatan pd Allah.
Kita lahir membawa identitas kesukuan, besar & hidup dgn identitas kemasyarakatan. Saya kira kedua latar itu punya daya pengaruh yg kuat, pergaulan terlama boleh jadi ada di keluarga & masyarakat.
Bagaimana dgn pergaulan sekolah dan profesi ? Keduanya ini tdk terlalu saya perhitungkan sbg cermin kepribadian, sebab lingkungannya terbentuk secara temporer dan ikatannya terbentuk atas dasar kepentingan.
Diantara latar pergaulan itu semua, ada oleh kesamaan-kesamaan identitas, bagaimana dgn paguyuban ? Seperti apa guyub yg ideal itu ? Patut pula direfleksi apakah tujuan pertemanan.
-bersambung
@BIarRIBAraIB
“Agama Seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 927)
Kita adalah siapa teman kita.
-refleksi Guyub-
Potongan hadist tsb sangat empiris, pergaulan seseorang nyatanya sangat menggambarkan kepribadian.
Islam menyatukan pergaulan kita tanpa sekat, bordernya cuma dunia atau akhirat. Ini adalah alasan persatuan yg strategis, kuat & powerfull. Maka tdk usah sekat-sekat islam dgn ormas ataupun manhaj, cukuplah sbg muslim tanpa embel-embel kelompok lagi.
Bangsa menjadi persatuan kita berikutnya, pergaulan yg mengikat diri pd state kewilayahan. Nasionalisme menjadi doktrinnya, semangat agama pun sangat punya tempat terhadap itu. Kita adalah muslim Indonesia, ketaatan pd pemimpin negara ada dibawah ketaatan pd Allah.
Kita lahir membawa identitas kesukuan, besar & hidup dgn identitas kemasyarakatan. Saya kira kedua latar itu punya daya pengaruh yg kuat, pergaulan terlama boleh jadi ada di keluarga & masyarakat.
Bagaimana dgn pergaulan sekolah dan profesi ? Keduanya ini tdk terlalu saya perhitungkan sbg cermin kepribadian, sebab lingkungannya terbentuk secara temporer dan ikatannya terbentuk atas dasar kepentingan.
Diantara latar pergaulan itu semua, ada oleh kesamaan-kesamaan identitas, bagaimana dgn paguyuban ? Seperti apa guyub yg ideal itu ? Patut pula direfleksi apakah tujuan pertemanan.
-bersambung
@BIarRIBAraIB
COMMENTS